Pengalaman Bergabung sebagai Penulis Lepas di Saungwriter

Halo, Sobat! Seperti yang mungkin sudah kalian tahu—atau bagi yang belum tahu—kurang lebih sudah enam tahunan saya berprofesi sebagai freelance writer alias penulis lepas.

Selama enam tahun tersebut, saya sudah mencoba bermacam-macam platform, hingga akhirnya bergabung dengan writing agency (agensi kepenulisan) Saungwriter, yang mana sampai sekarang masih menjadi “rumah” saya dalam berkarya.

Pada kesempatan ini, saya akan berbagi cerita tentang tahun-tahun yang sudah saya lewati bersama Saungwriter, mulai dari awal mula bergabung sampai suka duka yang saya rasakan di sepanjang perjalanan saya.

Barangkali Sobat juga tertarik menjadi freelance writer, tetapi masih ragu-ragu dari mana harus memulai, tulisan saya ini mungkin bisa menjadi referensi buat Sobat.

Nah, pertama-tama saya bakal bercerita tentang bagaimana saya mengetahui Saungwriter untuk pertama kali.

Awal Mula Bergabung sebagai Penulis Lepas di Saungwriter

Saya masih ingat, kala itu saya baru saja lulus kuliah. Walaupun di semester terakhir saya sudah mulai meniti karier sebagai penulis lepas dengan mengerjakan proyek-proyek di Projects.co.id, saya tertarik untuk menjajal peluang baru.

Pasalnya, setelah berbulan-bulan menulis artikel untuk berbagai klien di platform tersebut, saya belum juga mendapatkan anchor client, atau bisa dibilang “klien tetap”.

Jika ada klien tetap, maka saya pun bisa mengantongi jumlah penghasilan yang tetap setiap bulannya, ‘kan?

Dari situlah, saya kemudian browsing tentang tempat-tempat yang barangkali sedang membutuhkan jasa penulis lepas, dan salah satu hasil pencarian yang muncul adalah lowongan freelance writer Saungwriter.

Saya baca baik-baik lowongan pekerjaan yang dimuat di website Saungwriter. Menilai proses pendaftarannya yang relatif mudah (di tahun 2019, saya cuma harus mengisi Google Forms dan menyertakan portfolio tulisan lawas), tanpa membuang-buang waktu saya bergegas untuk melamar.

Nggak lama kemudian saya menerima pesan di nomor WhatsApp saya, yang kira-kira isinya menyatakan bahwa saya bisa melanjutkan ke tahapan selanjutnya. Sayangnya, berhubung kejadiannya sudah cukup lama, ingatan saya sudah kabur sekarang. Jadi, saya nggak bisa mengingat dengan jelas apa yang saya lakukan setelah itu.

Tetapi intinya yang mau saya tekankan di sini adalah bahwa proses pendaftaran di Saungwriter itu nggak bertele-tele.

Pemberitahuan tentang apakah pelamar diterima atau nggak juga disampaikan dalam kurun waktu yang lumayan cepat.

Jadi, calon penulis nggak akan merasa seolah-olah sudah menyia-nyiakan waktu menunggu kabar yang nggak pasti andaikata pihak rekrutmen Saungwriter merasa belum cocok dengan kandidat yang ada.

Setelah resmi dinyatakan sebagai salah satu penulis lepas Saungwriter, saya mulai diberikan informasi tentang proyek-proyek yang bisa dikerjakan dan rentang deadline-nya melalui WhatsApp. Selanjutnya, hasil pekerjaan dikumpulkan melalui Google Drive, untuk kemudian dicek oleh editor yang bertanggung jawab.

Semisal ada yang kurang sesuai dengan permintaan klien, maka penulis mesti melakukan perbaikan. Yah, begitulah gambaran rutinitas saya selama menjadi penulis lepas Saungwriter.

Sampai saat ini, saya sudah menulis untuk banyak perusahaan, baik itu UMKM atau entitas skala nasional.

Suka menjadi Penulis Lepas di Saungwriter

Dari tahun-tahun yang sudah saya lewati bersama Saungwriter, ada segudang hal-hal positif yang agaknya nggak akan bisa saya temui andai saya masih melanglang buana sebagai freelance writer independen.

Dari sekian banyak pengalaman berkesan itu, dua yang paling bikin saya merasa bahwa Saungwriter ini “wah” adalah:

1. Sistem Kerja dan Pembayaran yang Jelas

Berkat Saungwriter, saya jadi tahu pentingnya membuat brief dan invoice untuk klien. Penulis lepas kawakan pasti terkikik membaca pengakuan saya ini, tetapi saya yakin di luar sana masih ada calon freelance writer yang belum tahu soal dua elemen penting ini.

Pada dasarnya, brief merujuk ke panduan pengerjaan tulisan yang disusun berdasarkan diskusi antara klien dan penulis. Isinya berupa apa-apa saja yang diharapkan oleh klien, seperti expected outcome dan bagaimana penulis akan mencapai tujuan tersebut.

Sementara itu, saya mengartikan invoice sebagai semacam nota yang merincikan jumlah tulisan yang sudah dikerjakan beserta nominal yang harus dibayarkan oleh klien.

So far, saya memang nggak pernah membuat dua dokumen ini, karena keduanya ditangani oleh bagian riset dan keuangan. Namun, dari exposure ini, saya jadi mengerti bagaimana cara membuat brief dan invoice saya sendiri misalkan saya menerima tawaran kerja sama langsung melalui blog atau email.

Brief dan invoice ini bukan hanya memudahkan agensi, tetapi juga bermanfaat bagi penulis supaya segala sesuatunya menjadi jelas.

Tanpa brief, penulis bakal menghabiskan banyak waktu untuk menulis dan merevisi karena klien yang kemungkinan mengubah-ubah permintaannya dari waktu ke waktu.

Tanpa invoice, penulis bakal kesulitan membuat arus kas masuk sehingga nggak tahu berapa penghasilan yang didapat setiap bulannya. Kalau kata saya, rasanya kok kayak duit cuma lewat aja.

Ini menunjukkan bahwa Saungwriter punya sistem kerja dan pembayaran yang jelas. Lebih detailnya lagi, pembayaran ditransfer dua kali per bulan (setiap tanggal 14 dan 28), berapa pun besaran angkanya.

Saya secara pribadi sih lebih suka pembayaran dwimingguan seperti ini daripada bulanan yang diterapkan di writing agency lain yang sempat saya lirik dulu, karena timing-nya pas, nggak terlalu cepat ataupun terlalu lama.

2. Bimbingan Rutin

Agar penulis-penulisnya bisa memberikan performa yang lebih bagus (yang berarti secara otomatis memperoleh payment yang lebih tinggi), Saungwriter juga sering mengadakan bimbingan rutin, loh.

Topik yang dibahas bisa bermacam-macam, mulai dari yang paling mendasar hingga advance. Dari pertemuan-pertemuan secara online ini, diharapkan penulis bisa menerapkan insight yang diberikan ke dalam pengerjaan tulisan-tulisannya.

Tetapi bimbingannya nggak melulu berupa Zoom meeting, kok.

Di grup Telegram kami, editor-editor berpengalaman juga membagikan informasi-informasi terkini tentang aspek-aspek kepenulisan, khususnya di ranah SEO dan copywriting. Ada juga trivia-trivia tentang kebahasaan yang me-refresh ingatan freelance writer soal tata bahasa, ejaan, dan sebagainya.

Alhasil, pengetahuan dan kemampuan penulis pun ter-upgrade. Ini penting sekali terutama lantaran klien-klien selalu menuntut target indeks tinggi di search engine, dan algoritma juga senantiasa diperbarui, jadi penulis harus sanggup mengikuti setiap pembaruan yang ada.

Walau saya juga kadang kala meng-update pengetahuan saya dengan belajar mandiri dari blog-blog seperti Backlinko dan Search Engine Journal, tetapi frekuensinya nggak sesering mengikuti bimbingan-bimbingan ini, barangkali karena saya tergolong tipe yang lebih fokus jika mengerjakan sesuatu berbarengan dengan orang banyak.

Duka menjadi Penulis Lepas di Saungwriter

Life isn’t all sunshine and rainbows.

Selain merasakan yang “enak-enak”, saya juga pernah menelan yang “pahit-pahit” kala bergabung dengan Saungwriter, seperti:

1. Sulitnya Naik Level

Di Saungwriter, penulis terbagi menjadi tiga level, yaitu Premium, Elite, dan Advance. Dari lamanya waktu bergabung, saya merasa seakan-akan saya sudah pantas menyandang predikat senior, tetapi coba tebak apa level saya saat ini.

Ya, saya masihlah berstatus sebagai penulis Premium!

Kaget? Sama, saya juga.

Saya sudah berkali-kali mengikuti tes upgrading untuk setidaknya menjadi penulis Elite, tetapi di setiap percobaan itu saya selalu gagal, meski saya sudah berkaca dari evaluasi di tes sebelumnya.

Saya pernah geram, pada diri saya dan juga tim editor. Kenapa sih saya nggak juga diloloskan walau sudah berusaha sekeras ini?

Lalu saya menyimpulkan bahwa Saungwriter punya standar yang tinggi, dan ini sah-sah saja, mengingat perusahaan manapun pasti ingin terus memberikan yang terbaik bagi konsumennya, bukan?

Kalau nggak begitu, tentu reputasi perusahaan yang dipertaruhkan. Secara nggak langsung, reputasi bagus ini juga yang jadi alasan mengapa Saungwriter berani mematok harga yang lebih kompetitif daripada writing agency lain. Dengan demikian, penulis pun bisa mengantongi nominal yang lebih besar.

2. Persaingan yang Ketat

Belakangan ini, jumlah proyek yang masuk berkurang drastis. Dulu, begitu saya selesai dengan satu proyek, saya bisa segera mengerjakan proyek lainnya. Tetapi sekarang, waktu tunggu saya bisa mencapai berminggu-minggu.

Agaknya inilah imbas dari keberadaan artificial intelligence seperti ChatGPT-nya OpenAI dan Google Bard. Sama-sama menawarkan fitur gratis, keduanya mulai dijadikan senjata andalan bagi blogger dan pelaku bisnis untuk mengembangkan konten mereka.

Saya nggak serta-merta mengutuk kehadiran AI semacam ini. Akan tetapi, jika melihat dampaknya terhadap mata pencaharian saya, saya mau nggak mau jadi was-was, dong.

Tapi, saya percaya bahwa sentuhan manusia masih diperlukan dalam dalam menyusun konten yang berkualitas. Yah, betul sih kalau tulisan saya masih jauh dari kata “sempurna”, namun saya percaya diri hasil pekerjaan saya nggak kalah dari output mesin-mesin ini!

Nah, walaupun jumlah proyek yang masuk berkurang, tetapi masih ada perusahaan-perusahaan yang mempercayakan konten mereka ke Saungwriter, kok. Hanya saja, karena sedikit, saya pun harus bersaing dengan sesama penulis Saungwriter untuk mengklaim hak mengerjakan project yang ada.

Kesimpulan

Yah, saya rasa ini saja yang bisa saya sampaikan soal pengalaman saya selama bergabung sebagai penulis lepas di Saungwriter. Saya dapat pengetahuan dan kemampuan baru, bertemu rekan-rekan penulis baru yang saya segani, dan berkesempatan untuk menulis bagi banyak pihak antar industri.

Semoga apa yang saya paparkan di sini bisa memperjelas bayangan Sobat tentang sistematika bekerja untuk sebuah agensi kepenulisan. Jika Sobat juga tertarik untuk menjadi penulis lepas Saungwriter, kunjungi saja situs webnya di sini. Baca setiap penjelasan yang ada agar Sobat semakin mantap dalam membuat keputusan.

Sekian cerita saya hari ini dan sampai jumpa lagi di lain hari. Stay safe and healthy!

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Pengalaman Bergabung sebagai Penulis Lepas di Saungwriter"

Post a Comment