Ini, Lo, Apa-Apa Saja yang Dipelajari di Jurusan Sastra Inggris

Selamat malam, teman-teman!

Kala saya masih duduk di bangku kuliah, banyak orang yang iseng menanyai saya satu pertanyaan berikut:

"Kuliah jurusan Sastra Inggris belajar apa aja, sih?"

Mulai dari ibu-ibu yang saya temui di angkot dalam perjalanan pulang kuliah, hingga teman-teman dekat semasa SMA, orang-orang sepertinya penasaran dengan hal ini.

Tetapi, kalau dipikir-pikir lagi, saya juga kerap punya pertanyaan yang sama tentang bidang studi lainnya, kok.

Yang paling membikin saya penasaran sudah pasti cabang-cabang keilmuan yang melibatkan angka, seperti Matematika dan Akuntansi.

Lo, kenapa saya kepo banget dengan jurusan-jurusan semacam itu?

Ini karena saya nggak berbakat soal hitung-hitungan! 😂

Alhasil, saya pun heran, bagian mana yang menarik dari mengutak-atik rumus rumit bin memusingkan?

Tetapi, berkat pemikiran model ini, saya tersadar.

Sejatinya, mereka-mereka yang bertanya tentang apa-apa saja yang saya pelajari selama kuliah, barangkali juga memiliki keheranan yang sama tentang jurusan ini.

Mungkin, kalau boleh diurutkan, alur timbulnya pertanyaan mereka seperti ini:

  1. Mengapa kuliah jurusan Sastra Inggris?
  2. Apa bedanya belajar bahasa Inggris di tempat kursus/les dan di perguruan tinggi?
  3. Apa saja yang dipelajari di jurusan Sastra Inggris?

Faktanya, ketiga pertanyaan di atas acapkali dilayangkan kepada saya.

Rasanya, saya sampai hampir bosan menanggapinya. 😅

Padahal, jika mereka betul-betul penasaran, Google bisa menjawab pertanyaan mereka, lo. 😝

Sayangnya, Google mungkin nggak bisa meladeni motif tersembunyi si penanya, yang terkadang bukan sepenuhnya berniat ingin memuaskan keingintahuannya, melainkan untuk meremehkan yang ditanya.

Duh, bukannya saya bermaksud melantur, apalagi sampai menjelek-jelekkan orang, tetapi mereka yang menanyakan poin kedua dari daftar pertanyaan di atas sering menyulut emosi saya.

Seraya bertanya, mereka menyunggingkan senyum sangsi, seolah-olah meragukan keputusan saya untuk menekuni bidang ini.

Kalau mau, saya bisa beberkan penjelasannya dari A-Z.

Tapi, berhubung respons dari saya cenderung memancing timbulnya pertanyaan-pertanyaan lain, alhasil saya pun malas menanggapi. 😅

Eh, kok pembahasannya jadi melebar ke mana-mana begini?

Ahem, yuk, kita kembali ke topik semula. 😳

Apabila ditanya apa yang mendasari keputusan saya untuk memilih jurusan ini, alasan saya sederhana saja.

Sedari kecil, saya lebih cepat akrab dengan mata pelajaran bahasa ketimbang yang lain-lainnya.

Tetapi, bukan itu yang hendak jadi inti pembahasan saya hari ini.

Di kesempatan lainnya, mudah-mudahan saya sanggup mengeksplorasi topik tersebut.

Namun, kali ini, saya akan membagikan pandangan saya tentang jurusan ini.

Tentu, sumbernya dari pengalaman saya sendiri selama empat tahun menjadi mahasiswi jurusan Sastra Inggris di salah satu universitas negeri di Surabaya.

Sebelum itu, agaknya perlu saya menaruh disclaimer ini: mata kuliah yang disediakan oleh departemen saya boleh jadi berbeda dengan departemen dari perguruan tinggi lain.

Jadi, mungkin ada beberapa mata kuliah yang terlewat untuk saya ulas.

Selain mata kuliahnya yang bervariasi, major-nya pun berbeda juga.

Misalnya, di universitas tempat saya menimba ilmu, terdapat tiga konsentrasi ilmu di dalam jurusan Sastra Inggris itu sendiri, yaitu Linguistics (Linguistik), Literature (Sastra), dan Cultural Studies (Kajian Budaya).

Oh ya, demi menyusun postingan ini, saya mesti membuka kembali buku pegangan mahasiswa saya, lo.

Wajar saja, 'kan, sudah lama sejak saya diwisuda, ingatan saya sudah nggak akurat lagi. 🙏

Jadi, apa saja yang pelajari di jurusan Sastra Inggris?

Berikut penjabarannya.

1) Language Skills

Yup, kemahiran berbahasa.

Walaupun selintas terlihat seperti pelajaran-pelajaran yang bisa didapat di tempat kursus/les, jangan salah, output yang diharapkan di tingkat perkuliahan justru lebih dari sekadar cas-cis-cus lancar berbahasa Inggris.

Selain speaking, ada empat kemahiran berbahasa lain yang juga wajib dipelajari, yaitu listening (mendengarkan), reading (membaca), writing (menulis), dan grammar (tata bahasa).

Lo, ini sih juga dipelajari di SMA!

Lalu, apa bedanya?

Beda, dong. Di bangku kuliah, semua aspek dari masing-masing kemahiran berbahasa itu dibedah hingga ke detail terkecil.

Kemudian, dari semester paling rendah hingga yang tertinggi, tingkat kekompleksannya juga bertambah.

Contohnya, untuk Speaking di semester 1, saya belajar seputar interactional conversation saja.

Tema-temanya masih lah sangat sederhana karena output-nya hanya mewajibkan mahasiswa agar mampu berbincang dalam konteks sehari-hari seperti menyapa, memberi opini, dan menerima/menolak ajakan.

Namun, di semester 4, output-nya berganti haluan. Mahasiswa diminta agar mampu menyajikan presentasi dalam bahasa Inggris secara formal.

Ini juga sebagai bentuk persiapan supaya mahasiswa cakap membawakan presentasi skripsinya nanti.

Hal yang sama juga berlaku untuk mata kuliah language skills lainnya.

Bisa dibilang, ini adalah bagian fundamental yang mahasiswa Sastra Inggris mesti kuasai supaya sanggup menguasai mata kuliah lainnya.

'Kan, absurd, kalau mahasiswa jurusan Sastra Inggris kemahiran berbahasanya pas-pasan, wong semua mata kuliahnya dibawakan dalam bahasa Inggris.

Alhasil, kami setidaknya harus mengerti di atas rata-rata, mulai dari cakap mendengar ceramah dosen di kelas, mencatatnya, sampai mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan kelas tersebut setelahnya.

2) Bahasa Asing

Saya kurang tahu dengan universitas lain, tetapi bahasa asing menjadi salah satu syarat kelulusan di universitas yang saya tuju.

Mengapa demikian?

Sejujurnya, saya juga kurang mengerti betul apa alasannya. 😅

Toh, yang dipelajari juga serba basic.

Tetapi, mungkin ini sebagai salah satu upaya kampus untuk memperluas scope kemampuan berbahasa mahasiswa.

Jadi, yang mulanya bilingual, nanti begitu lulus menjadi multilingual.

Tahu macam-macam bahasa itu keren, lo.

Selain bisa fasih mengobrol dengan pembicara asing, manfaat lainnya yaitu terbukanya cakrawala kita terhadap budaya-budaya lain yang berbeda dari warisan leluhur kita.

Sehingga, kita pun turut berkesempatan belajar cara menghargai orang lain.

Di departemen saya sendiri, ada tiga pilihan bahasa asing yang berlaku saat itu: bahasa Jepang, Belanda, dan Arab.

3) Teaching

Surprise!

Ya, mahasiswa jurusan Sastra Inggris juga belajar dasar-dasar mengajar, lo.

Memang, walau cakupannya tidak seluas yang dipelajari di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, sedikitnya kami jadi tahu metodologi pengajaran bahasa Inggris.

Faktanya, salah satu prospek kerja jurusan Sastra Inggris adalah dengan menjadi guru.

Kami memang nggak dibekali sertifikasi, tetapi kami masih berkesempatan untuk mengabdi dan mencerdaskan generasi penerus bangsa.

4) Translation Studies

Selain menjadi guru, prospek mahasiswa jurusan Sastra Inggris lainnya adalah menjadi penerjemah.

Nah, untuk membekali mahasiswa yang memiliki minat di bidang ini, departemen kami menyelenggarakan mata kuliah penerjemahan (translation studies).

Pasalnya, untuk menerjemahkan suatu teks dengan baik, kita mengandalkan lebih dari sekadar Google Translate. 😜

Begini, bukannya kami sama sekali nggak memerlukan bantuan alat penerjemah, tetapi kami juga dibimbing bagaimana caranya menggunakan alat tersebut untuk memperoleh hasil yang senatural mungkin.

Ada pula teori-teori terkait yang harus kami pahami.

Dengan begitu, translator (penerjemah) dapat melakukan proses transfer informasi dari bahasa sumber ke bahasa target dengan sebaik mungkin agar tidak terjadi pengurangan/penambahan dalam informasi tersebut.

Sehingga, reader (pembaca) bisa mendapatkan informasi seasli mungkin sesuai dengan apa yang semula hendak disampaikan oleh sang writer (penulis).

Bayangkan bagaimana jadinya kalau translator asal-asalan dalam melakukan pekerjaannya.

Mungkin, karya-karya penulis asing kesukaan kita nggak bakal tersedia untuk dinikmati dalam bahasa Indonesia.

Mana mungkin kita kenal "Harry Potter"?

Sama halnya dalam film.

Bioskop-bioskop kita mungkin cuma bakal dipenuhi film dalam negeri.

5) Human Civilization

Dulu, ketika saya menerima mata kuliah ini, saya sempat mengalami masa-masa "nggak habis pikir".

Begini, lo. Kami, 'kan, mahasiswa jurusan Sastra Inggris, kenapa harus belajar tentang sejarah pula?

Tetapi, begitu saya memasuki minggu kedua dan seterusnya, saya menyadari bahwa kelas ini mengajarkan lebih dari sekadar sejarah manusia dan peradabannya yang panjang.

Mengutip dari uraian di buku panduan mahasiswa saya, inilah poin-poin penting yang diajarkan dari kelas tersebut:

  • Konsep ideologi "barat"
  • Pertentangan cultural imperialism dan cultural diplomacy
  • Reformasi gereja
  • Abad pencerahan dan pengaruhnya
  • Pertentangan kelas bourgeois dan proletarian
  • Tokoh budaya kontemporer
  • Peradaban barat (Yunani dan Romawi)
  • Mythology (mitos dan mitologi dalam film)
  • Sejarah awal budaya populer

Wah, banyak juga, ya?

Apa pentingnya mengetahui semua itu?

Hemat saya, mempelajari semua ini memungkinkan kita memiliki pemahaman yang lebih baik tentang dunia yang kita tinggali sekarang.

Dengan kata lain, membangun pengetahuan dan pemahaman tentang peristiwa yang terjadi berabad-abad yang lalu memungkinkan kita untuk mengembangkan apresiasi yang lebih besar atas peristiwa yang terjadi di masa sekarang.

Dengan demikian, kecil kemungkinannya we will take things for granted, sebab kita tahu, bahwa untuk menjadi manusia modern seperti sekarang, kita harus melewati proses evolusi yang panjang, baik dari segi kemanusiaan, teknologi, ilmu pengetahuan, hingga keagamaan.

Semuanya berkontribusi membentuk siapa diri kita di masa sekarang.

6) Linguistics

Nah, tiba saatnya saya membahas lebih dalam perihal major saya ini. 😁

Apa itu linguistik?

Singkat kata, linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa.

Contoh sederhananya, di dalam linguistik, kita diajak untuk mencari tahu mengapa sebuah kata bisa memiliki artian yang berbeda tergantung dari konteks yang melingkupinya.

Misalnya, ketika seseorang mengatakan "fire", ada bermacam-macam arti yang dimaksudkan oleh si penutur.

Bisa jadi orang ini meminta pendengarnya untuk menelepon pemadam kebakaran, karena dia mengucapkannya dengan suara lantang ("Fire!").

Atau, sang pembicara rupanya menawarkan bantuan kepada pendengar untuk menyulut rokoknya, yang ditandai dengan penurunan nada di akhir kata ("Fire?").

Keren, bukan? 😎

Selain contoh ini, masih banyak lagi bagian-bagian dari bahasa yang bisa dipelajari, seperti pembentukan kata, artikulasi huruf, variasi bahasa, dll.

7) Literature

Sejujurnya, saya nggak pandai-pandai amat di mata kuliah yang menyangkut tentang sastra dulu.

Ini mungkin dikarenakan rendahnya minat saya terhadap major tersebut.

Saya ingat nilai saya yang pas-pasan di kelas English Poetry (puisi).

Tetapi, demi menyusun konten yang bebas bias, saya akan mengesampingkan pendapat pribadi saya barang sejenak.

Sesuai namanya, major yang satu ini mengulas tentang segala aspek mengenai sastra-sastra berbahasa Inggris.

Jadi, yang dibahas nggak melulu saklek sastra "Inggris" (United Kingdom). Sastra Amerika pun jadi fokus perhatian.

Di dalam sastra sendiri ada banyak media yang disoroti, mulai dari novel, puisi, prosa, drama, dll.

Kemudian, mahasiswa juga diajari segudang teori untuk mengupas masing-masing media tersebut.

Nantinya, diharapkan mahasiswa tidak lagi sekadar berperan sebagai penikmat sastra, tetapi juga sebagai pemerhati dan pengkritik.

8) Cultural Studies

Cultural studies atau kajian budaya menekankan kepada eksplorasi budaya-budaya dari negara-negara di seluruh penjuru dunia.

Karena yang ditelaah adalah budaya, maka produk-produk budaya yang jadi sorotan.

Tetapi, menurut saya pribadi, dari sekian banyak pilihan mata kuliah yang ada terkait kajian budaya, kelas Cross Cultural Communication menjadi favorit saya.

Di sini, saya jadi tahu, bahwa cara kita berkomunikasi sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya yang melatarbelakangi.

Contohnya, di Jepang, membungkuk kepada orang lain merupakan sebuah keharusan, terlebih lagi kepada orang yang dihormati atau lebih tua.

Failing to do so menunjukkan bentuk ketidakhormatan terhadap sang lawan bicara.

Tetapi, di Indonesia, apabila hal ini diterapkan, tentu akan mengundang tanda tanya.

Pasalnya, ini bukan budaya kita.

Cara kita menunjukkan penghormatan terhadap orang yang lebih tua berupa mencium tangan.

Oh ya, bentuk komunikasi tidak selalu verbal.

Gestures dan bahasa tubuh juga tergolong elemen yang membentuk komunikasi.

Semua ini dipengaruhi oleh budaya di mana sang pembicara tumbuh dan besar.

Saya pribadi merasa ini penting untuk dipelajari. Dengan demikian, kita mampu menunjukkan apreasiasi dan rasa hormat kita terhadap orang lain dari budaya yang berbeda.

Sebab, kalau kita ingin dihormati, tentu harus dimulai dengan menghormati orang lain terlebih dahulu.

9) Filsafat

Dari sederet mata kuliah lainnya, ini adalah mata kuliah yang paling saya sukai (sekaligus saya benci).

Saya suka sebab dengan mempelajari filsafat, saya jadi memiliki pengetahuan yang lebih banyak tentang alam semesta.

Tetapi, di saat yang bersamaan, saya juga benci sebab dengan mempelajari filsafat, saya jadi tahu bahwa sebetulnya masih ada banyak hal di dunia ini yang belum saya ketahui.

Pun, semakin saya coba untuk memahami, rasanya ketidaktahuan saya makin bertambah, bukannya terpuaskan.

Tetapi, justru di situlah letak pesonanya.

Filsafat "memaksa" kita untuk selalu kritis terhadap apa-apa yang terjadi pada diri kita, dan apa-apa yang terjadi di sekitar kita.

Kita dituntut untuk terus-menerus mempertanyakan segala sesuatunya.

Kalau dipikir-pikir, tanpa kemampuan berpikir kritis, rasa penasaran (curiosity) kita lambat laun akan menjadi tumpul.

Dan, tanpanya, hidup kita seolah tidak berwarna.

Membosankan.

Sementara itu, kehidupan orang yang selalu ingin tahu dan berpikir kritis jauh dari kata membosankan.

Selalu saja ada hal baru yang menarik perhatian mereka.

Selalu ada objek baru untuk diteliti, ditelaah, dimainkan, atau dirasakan.

Alih-alih merasa bosan, orang-orang ini memiliki kehidupan yang dipenuhi dengan petualangan seru.

Meski sulit, tetapi ilmu yang diperoleh dari mengikuti kelas ini sepadan dengan output yang diterima.

Bagaimana?

Rupanya, ada banyak sekali hal-hal yang dipelajari di jurusan Sastra Inggris, bukan?

Dan itu nggak melulu soal bahasa Inggris itu sendiri.

Nah, kesimpulannya, kalau mau sekadar lancar berbahasa Inggris, cukup mendaftar kursusnya saja. 😜

Tetapi, kalau mau lebih dari itu, nggak ada salahnya memilih jurusan ini di perguruan tinggi.

With a wide variety of interesting subjects, you will also learn about a wide variety of things that will help you better understand yourself, others, and the entire world. 😁


"Ini, Lo, Apa-Apa Saja yang Dipelajari di Jurusan Sastra Inggris" - Sidoarjo, 17 April 2021

Ristra Russilahiba

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Ini, Lo, Apa-Apa Saja yang Dipelajari di Jurusan Sastra Inggris"

Post a Comment