Selamat pagi, teman-teman!
Apa satu hal baru yang kalian coba di bulan suci tahun ini?
Kalau saya, berdonasi adalah konsep anyar yang saya eksplorasi di bulan Ramadan kali ini.
Sebetulnya, kata “donasi” itu sendiri bukan istilah baru
buat saya.
Malah, saya sudah mengidam-idamkan bisa mewujudkan impian
kecil ini sejak beberapa tahun belakangan.
Sedihnya, saya terus-menerus dihantui ketakutan, yang
akhirnya membikin saya maju mundur mengeksekusi keinginan tersebut.
Memangnya apa, sih, yang ditakutin?
Ini, lo, saya khawatir kalau-kalau penghasilan saya dari
menulis lepas nggak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan bulanan saya, plus
membayar tagihan-tagihan yang ada.
Menggelitik, ya?
Padahal, di dalam ajaran agama sendiri, Allah SWT telah
menjamin rezeki tiap makhluk yang hidup di dunia. Terlebih lagi, saya juga
bukan tipe orang yang doyan berpangku tangan.
Saya tahu betapa gigihnya saya dalam mengusahakan datangnya
rezeki-rezeki itu.
Namun, mengapa saya senantiasa diliputi ketakutan akan
kekurangan secara materiil?
Saya nggak bisa menebak-nebak kapan pastinya keinginan untuk
memberikan sebagian dari yang saya punya ini muncul, tetapi mendadak saja
pikiran saya tertuju pada satu kesimpulan: mungkin rasa serba kekurangan itu
hadir akibat dari selama ini saya kurang bersedekah.
Acapkali saya dengar ungkapan ini:
"Sedekah tidak akan membuatmu miskin."
Sedikit menyangsikan dengan logika, dulunya saya kerap
berusaha mencari-cari pembenaran.
Bagaimana bisa saya nggak jadi miskin, wong hartanya berkurang?
Ternyata, oh, ternyata, itu adalah kekhawatiran yang nggak
perlu saya besar-besarkan!
Sejatinya, Allah SWT berfirman di dalam Surat Al-Baqarah:
261, yang bunyinya:
"Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
Walaupun di awal keraguan itu masih ada, saya bulatkan tekad
untuk menjadikan sedekah sebagai gaya hidup.
Saya bersyukur, saya bisa konsisten dengan kebiasaan baru
ini, terlebih dalam dua/tiga bulan terakhir.
Walaupun harus diakui saya masih terseok-seok di sepanjang
perjalanannya, saya cukup tangguh menekuninya.
Lalu, saya pun merenung.
Jadi, seharusnya prinsip berdonasi tidak jauh berbeda dari
sedekah, bukan?
Sayangnya, saya minim banget pengetahuan soal hal-hal
semacam ini, mulai dari organisasi penyalur dana donasi terpercaya sampai cara
menjadi donatur.
Bukan apa-apa, saya cuma ingin memastikan apa yang saya
donasikan itu betul-betul diterima oleh ia yang membutuhkan.
Jangan sampai disalahgunakan oleh oknum-oknum yang nggak
bertanggung jawab, sebab bukan itu tujuan saya berdonasi. 😡
Semalam, saya mengobok-obok aplikasi OVO.
Niat hati ingin mengecek besaran tagihan listrik bulan ini,
tetapi saya lupa kalau di antara jam 11 hingga jam sekian layanan pembayarannya
ditutup. 😅
Alhasil, karena menganggur (dan nggak sedang mengantuk
pula), saya jelajahi satu-persatu fiturnya.
Maklum, sudah cukup lama sejak saya download aplikasinya lagi.
Seingat saya, saat itu saya perlu memasang aplikasi streaming video. Gara-gara ruang
penyimpanan yang terbatas, terpaksa OVO yang jadi korbannya, hahaha.
Saya sendiri nggak ngerti sejak kapan layanan
"Donasi" ini tersedia di aplikasi e-wallet
tersebut.
Tertarik, saya pun memberanikan diri untuk menguji
kebolehannya.
Kebetulan, tersisa sekian rupiah di akun saya. Tanpa pikir
panjang, saya gunakan seluruhnya untuk berdonasi di salah satu pilihan penyalur
dana yang ada.
Luar biasanya, nggak sampai semenit setelah transaksi
dilakukan, pesan konfirmasi muncul di layar. Tulisnya, transaksi berhasil.
Itu tandanya donasi saya telah diteruskan ke rekening
penyalur yang bersangkutan, 'kan?
Bukan main girangnya hati saya mengetahui hal tersebut.
Di luar dugaan, pengalaman pertama saya berdonasi rupanya
bakal semulus, senyaman, dan segampang ini bersama OVO! 🎆
Andai tahu begini, saya percepat saja lebih dini, begitu
keluh saya.
But overall, it was an
amazing experience.
Ya, terlepas dari rasa "wow" karena saya mampu
menyisihkan secuil dari harta saya untuk diberikan kepada mereka yang
membutuhkan, timbul rasa "wow" lainnya yang lebih mengagetkan.
Pasalnya, siapa yang bisa menebak jika rasa syukur dan feeling better in general juga akan
terbit dari dasar hati saya?
Nyatanya, bukan saya saja yang mengalami hal ini.
Menurut sebuah riset
yang diselenggarakan oleh Institut Kesehatan Nasional (NIH), lembaga Departemen
Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat, berdonasi terbukti secara
positif dapat memengaruhi suasana hati si donatur, lo.
Lebih lanjut lagi, partisipan yang memilih untuk
menyumbangkan sebagian dari uang mereka mengalami adanya aliran 'rasa senang'
yang diaktifkan di otak mereka.
Dan, meskipun eksperimen ini terkontrol, ternyata berdonasi
juga diketahui membuat pelakunya merasa lebih baik, yang merupakan sesuatu
yang, of course, bermanfaat bagi kita
semua, bukan?
Ya, dampak dari berdonasi ternyata sebaik ini buat kita.
All in all,
apabila teman-teman pernah direcoki oleh dilema yang sama seperti saya pula,
usah pusing-pusing lagi.
Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, berdonasi
melalui OVO memang semulus, senyaman, dan segampang itu. Fitur ini bisa kalian
temui di bagian "Lainnya". Kemudian, pilih "Donasi". Ada
sejumlah mitra penyalur dana bantuan yang bisa dipilih, yaitu:
- BAZNAS
- BenihBaik
- Dompet Dhuafa
- Kitabisa
- LAZ Al Azhar
- NU Care LAZISNU
- Rumah Yatim
- Rumah Zakat
- WeCare id
- Yayasan Anyo Indonesia
- Yayasan Cinta Anak
- Yayasan Tangan Harapan
OVO nggak mematok nominal donasi minimal. Jadi, teman-teman
bisa menyesuaikannya dengan kemampuan finansial kalian.
Selanjutnya, biarkan OVO bekerja guna menyalurkan dana
bantuan dari teman-teman langsung ke rekanan pilihan kalian.
Dengan begini, nggak ada alasan lagi buat menunda-nunda berdonasi.
Ya, toh?
Besar-kecilnya nominal itu bukan perkara utama. Even the smallest amount of our generosity matters.
Harapan saya sederhana: mudah-mudahan keputusan yang
terkesan impulsif ini menjelma jadi langkah awal saya untuk senantiasa kukuh
dalam menyisihkan sebagian dari rezeki saya untuk orang-orang di luar sana yang
kurang beruntung.
Bukan cuma demi kesejahteraan mereka, tetapi juga untuk saya
sendiri.
"Pengalaman
Donasi Pertama: Ternyata, Semudah Ini Donasi Lewat OVO" – Sidoarjo, 8
April 2021
Ristra Russilahiba
Catatan tambahan: Tulisan ini dibuat berdasarkan opini pribadi tanpa ada maksud untuk mendukung/menyarankan produk tertentu menurut kehendak orang lain. Alias, ini bukan tulisan berbayar, kok. 😉
Kadang rejeki dipandang hanya duit saja biarpun memang itu salah satu yang utama sih.
ReplyDeleteContohnya aku sedekah sekian rupiah dengan harapan dagangan laris, tapi anehnya kok penghasilan masih biasa saja.😂
Mungkin penghasilan masih biasa, tapi Alhamdulillah jarang sakit, sehat itu juga termasuk rejeki juga kan, coba kalo sakit harus berobat 100 ribu ke dokter.
Sekarang mau donasi mudah ya, bisa lewat ovo atau aplikasi lain, kalo lewat online seperti ini biasanya donasinya bisa dipantau sehingga tidak disalahgunakan.
Kalo untuk yang meminta sumbangan langsung, khusnudzon sajalah, mungkin mereka memang benar-benar membutuhkan biarpun kadang kalo lihat di tivi gemas juga ada pengemis yang bahkan punya rumah dan mobil, tapi tidak semuanya begitu. :)
Wah, bener juga Mas Agus, saya kok bisa-bisanya lupa... Eh tapi, bukannya mau mikir yang aneh-aneh, mungkin itu penyebab kenapa saya sering sakit-sakitan. Ada hubungannya juga kali, ya?
DeleteHahaha, sekalinya berobat bisa-bisa biking kanker alias kantong kering. Emang ya, sehat itu mahal!
Betul Mas, mudah-mudahan betul-betul sampai ke tangan orang yang membutuhkan. Kadang gemes banget kalau nonton berita di TV, seperti yang Mas Agus bilang, ada pengemis kena razia eh tau-tahunya bawa duit banyak banget di kantong kresek...