Halo, teman-teman!
Apa yang terbersit di benak kalian tentang freelancing atau bekerja lepas?
Mungkin, di pikiran kalian, yang terbayang adalah
orang-orang yang sehari-harinya bekerja dari rumah sambil mengenakan baju
tidur.
Orang-orang tersebut, yang juga dikenal sebagai freelancer, terkesan punya gaya hidup yang
bebas, fleksibel, dan sepertinya asyik buat dijalani.
Ya, lifestyle yang
demikian barangkali kelihatannya asyik, terutama bagi para karyawan yang mesti bermacet-macet
ria ke dan dari tempat kerja mereka setiap
hari.
Terlebih lagi bagi mereka yang tinggal jauh dari kantor,
kegiatan pulang-pergi yang harus dilakoni dari hari ke hari ini tentu amat
menguras energi.
Alhasil, bukan hal aneh jika ada di antara mereka yang bisa
jadi iri dengan kebebasan yang dipunya pekerja lepas.
Tapi, apa betul jadi freelancer
seasyik itu? 😶
Kalau menurut saya, sih, untuk menjawab pertanyaan itu, saya
sepertinya perlu memajang pepatah ini di sini:
Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri.
Kok begitu?
Yaaah, penyakit
hati yang semacam ini, sih, wajar menjangkiti siapa saja.
Biasanya, nih, apa-apa yang orang lain punya tampak lebih
baik/indah/nyenengin daripada apa-apa yang diri sendiri punya.
Menyoal kelebihan dari bekerja lepas pun sama.
Duh, pasti enak, ya, kalau bisa work from home (WFH), usah ketemu si A yang cerewet, kerja selama menerima
order, dan di sisa waktu yang ada
bebas mau ngelakuin apa saja.
Eits, nyatanya,
jadi freelancer nggak seenak itu
juga, kok! 👺
Malahan, karena terisolasi dari orang lain, freelancer rentan terhinggapi kesepian.
Saya, sih, beruntung banget lantaran masih serumah dengan
keluarga saya.
Lantas, apa kabar dengan mereka yang kudu tinggal seorang diri,
jauh dari sanak saudara?
Lebih-lebih lagi sejak COVID-19 merebak, adalah sebuah
kemewahan untuk bisa bersua dengan orang lain!
Dan, saat kesepian menyapa, ia nggak pernah sendirian.
Sialnya, kesepian selalu mengundang rasa jenuh, seperti yang
belakangan ini saya alami. 😿
Meski tampaknya saya bekerja secara individual, yang boleh
jadi orang-orang nggak sadari adalah saya juga memiliki sejumlah tanggung jawab
untuk dipenuhi, sama halnya seperti karyawan pada umumnya.
Tanggung jawab memenuhi deadline
lah, tanggung jawab memenuhi permintaan klien lah, dan deretan tanggung jawab
lainnya yang menuntut saya untuk senantiasa memberikan yang terbaik.
Ada kalanya tenaga saya betul-betul tersedot habis.
Sementara itu, di lain hari, saya menemui jalan buntu.
Sekeras apapun saya berusaha, writer’s block itu nggak mau luntur juga!
Akibatnya, performa bekerja saya yang justru jadi korbannya.
Kecewa rasanya, tapi apa mau dikata, saya nggak berhak
mengharapkan apapun dari fisik dan psikis yang lelah. ☠️
Namun, setelah bertahun-tahun melakoni profesi ini, pada
akhirnya saya berhasil menemukan serangkaian cara yang, menurut saya, paling mujarab
dalam menghilangkan suntuk sebagai seorang
freelancer.
N.b.: Sehubungan
dengan PPKM yang lagi-lagi galak digiatkan, saya rasa teman-teman yang juga kudu
WFH bisa mengikuti tip di bawah untuk mengusir jauh-jauh rasa suntuk yang
membelenggu. ✨
Cara Menghilangkan Suntuk bagi Seorang Freelancer
1. Take Some Short Break
Saya menyadari, lumrahnya saya lekas capek saat saya
memaksakan diri untuk memandangi monitor dan mengetik hingga berjam-jam
lamanya.
Sebetulnya, maksud hati ingin sepenuhnya fokus pada
pekerjaan itu sampai tuntas.
Eh, yang ada, otak saya malah semakin cepat mumet karenanya! 💫
Akibatnya, penggunaan kosakata saya stuck di term itu-itu
saja, alias nggak bervariasi blas.
Saya juga cenderung mengulas suatu topik secara sekilas saja
ketika saya lelah secara mental.
Padahal, sebagai seorang penulis, saya kepengin selalu mengutamakan
value di atas segalanya bagi pembaca.
Tapi, gara-gara saya being
kepala batu, kualitas itu terpaksa digadaikan.
Dari pengalaman sendiri saya belajar pentingnya beristirahat di sela-sela jam kerja setiap beberapa menit sekali.
Entah itu sekadar ngikutin tutorial stretching sederhana dari YouTube, ngemil, atau dengerin lagu-lagu
favorit saya di Spotify, saya berupaya melakukan apapun yang saya suka untuk
menyegarkan pikiran.
Tapi, ada kalanya saya terlalu nggetu ketika bekerja, sampai-sampai acapkali saya lupa waktu.
Kalau sudah begitu, inilah saat-saat yang tepat untuk
mengandalkan Forest,
aplikasi tracker jagoan saya! 💯
Dengan Forest, saya bisa mengatur seberapa lama saya harus
bekerja, dan seberapa lama pula saya boleh beristirahat.
Buat teman-teman yang enggan download aplikasi baru, atau kapasitas memori HP nggak lagi
memungkinkan untuk itu, timer bawaan
dari HP juga sama efektifnya, kok.
Asalkan sama-sama berfungsi untuk memonitor waktu, that works just fine.
2. Kerjakan Jenis Tugas yang Berbeda dari Waktu ke Waktu
Kebosanan itu muncul ketika saya kudu menyusun
artikel-artikel dengan format yang sama, lagi dan lagi, untuk jangka waktu yang
lama.
Monoton banget, euy! 😵
Lama-kelamaan, saya gampang jenuh.
Namun, kalau dibiarkan, situasi ini bakal berbahaya untuk
saya.
Ya, apalagi jika saya diminta untuk submit tulisan-tulisan tersebut dalam waktu dekat.
Saya nggak berdaya dibuatnya, selain memaksa diri untuk
bertahan di tengah kejenuhan itu.
Namun, jika deadline-nya
terbilang longgar, maka saya bakal dengan sengaja memodifikasi jenis-jenis
tugas yang harus saya kerjakan demi mengembalikan gairah bekerja saya.
Misalnya, satu artikel dengan topik kesehatan di pagi hari,
artikel pendidikan di siang hari, dan blog
post pendek setelahnya.
Dengar-dengar, trik ini ada kaitannya dengan hal-hal seputar
psikologi.
Seingat saya, perubahan dalam rutinitas itu bagus untuk
kreativitas kita.
Perubahan itu juga menimbulkan efek positif bagi perasaan
kita, lo, seperti lebih enjoy dalam
beraktivitas.
Walau barangkali teman-teman sejatinya juga termasuk pribadi
yang cenderung menentang perubahan seperti saya, nggak ada salahnya untuk sesekali
menerapkan trik yang satu ini dalam aspek kehidupan yang lebih kecil.
3. Tulis Jurnal
Saya percaya baik saya maupun teman-teman sekalian tentu
pernah mengalami apa yang disebut dengan emotional
roller coaster karena pekerjaan kita. 🎢
Pagi ini kita memulai hari dengan hati yang berbunga-bunga,
berharap perasaan itu terjaga hingga hari berakhir.
Sialnya, karena satu atau dua hal yang terjadi di kantor, suasana
hati kita anjlok dan seketika berubah menjadi badai topan.
Kalau sudah begini, meski diajak ngobrol santai pun, emosi
saya rentan terpancing, lo.
Duh, bawaannya pengin ngomel melulu! 💢
Padahal, itu bukan kesalahan siapapun.
Jadi, alangkah nggak etisnya kalau saya memarahi adik saya
hanya karena saya sebal dengan tingkah klien, misalnya.
Saat lelah hati, saya butuh pelarian sejenak dari kerunyaman
yang menyandung saya.
Dan terkadang, saya menganggap mencurahkan uneg-uneg saya
dalam bentuk tulisan adalah cara yang ampuh untuk mengusir awan kelabu itu dari
hati saya.
Kerap kita dituntut untuk menjadi profesional dengan nggak
melibatkan perasaan pribadi dalam urusan kerja.
Akibatnya, banyak buanget
emosi-emosi kita yang nggak terluapkan dengan baik.
Dan, seperti menahan kentut, menahan emosi juga sama menyengsarakannya
buat kita!
Di saat-saat seperti ini, pena dan kertas menjadi sahabat
baik saya.
Walaupun nggak banyak yang saya tuliskan, dan dalam tulisan cakar
ayam, saya selalu merasa lega usai melakukannya.
Terasa plong di
dada karena saya nggak lagi harus membendungnya di dalam hati.
If you’re not an
analog person, feel free to download a diary app either on Play Store or App
Store.
Yang manapun yang teman-teman pilih, keduanya sama-sama
bergunanya dalam menjaga kesehatan mental kalian.
4. Istirahat yang Cukup
Cara terakhir menghilangkan suntuk bagi seorang freelancer serta pekerja yang harus WFH
yaitu banyak-banyak beristirahat.
Saya kapok gara-gara dulu gampang banget menyepelekan
pentingnya istirahat yang cukup, dan mengadopsi gaya hidup dengan lima jam
tidur per hari.
Sudahlah mood nggak
karuan, tingkat produktivitas saya pun terjun bebas karenanya.
Tapi sekarang, saya mencoba untuk terbebas dari kebiasaan
sesat itu.
Saya juga mencoba supaya bangun dan tidur lebih awal setiap
harinya, walaupun kadang-kadang susah dilakukan karena belum terbiasa.
Namun, setelah mempelajari manfaat bangun pagi yang rupa-rupanya bagus banget untuk kesehatan, saya makin
mantap untuk menjalaninya.
Cuma, masih ada satu, nih, yang belum sanggup saya lakukan
setiap hari.
Yup, bobo siang.
Entah mengapa saya sulit terlelap di siang hari kecuali
kondisi tubuh saya benar-benar nggak fit.
😂
Jadi, teruntuk teman-teman yang hobi jadi kelelawar, yuk, adopsi
lifestyle yang lebih sehat dengan
mendapatkan cukup istirahat dan bangun serta tidur lebih awal setiap hari!
Dengan PPKM yang agak-agaknya masih akan berlangsung untuk
waktu yang cukup lama, maka semakin lama pula teman-teman harus WFH.
Suntuk dan jenuh rentan menjangkiti, lebih-lebih bagi saya
dan freelancer yang entah sampai
kapan akan terus-menerus terkurung di rumah.
Namun, dengan beristirahat, membuat sedikit perubahan di keseharian,
dan menuliskan perasaan kita, mudah-mudahan itu bisa membantu mengatasinya.
Nah, dari cara-cara di atas, apakah ada satu atau beberapa
yang sudah teman-teman terapkan untuk menghilangkan suntuk kala bekerja di
rumah?
Atau, adakah cara yang belum tercantum di sini?
Please, share it/them
with me.
“Ketika Suntuk
Melanda, Begini Cara Saya Mengatasinya” – Sidoarjo, 13 Juli 2021
Ristra Russilahiba
Rumput tetangga memang selalu lebih indah tapi syukurilah apa yang kita miiiki. Saya sendiri adalah kelelawar yang suka terbang kesana dan kemari wkwkwk
ReplyDeleteBener banget, haha, selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki adalah kunci utama, walau terkadang banyak yang masih susah mengaplikasikannya. 😂
DeleteWah, terbang ke mana aja, tuh? 😆
Saya pernah nyoba daftar sebagai freelancer di aplikasi Fiverr. Pas dpet orderan pertama tuh.. wuhh pastinya senang dong. Terus aku mulai ngerjain sesuai target waktu.
ReplyDeleteBerhubung masih punya kerjaan utama di dunia Aktualisasi Diri. Hahaha 😆. Jadinya agak keteteran.. tidur telat, makan tak sedap, alhasil Mood Swing dan sebagainya..
Dengan berat hati status aku di fiverr tak tutup..
Siapa, sih, yang nggak seneng dapet orderan pertama? Aku juga sueneng bukan main sewaktu dapet klien pertama, apalagi pas pegang bayaran pertama, hehehe. 😆
DeleteNah, iya, itu yang bikin susah, Bay, kalo masih ada tanggungan di tempat lain. Makanya, saran saya, nih, mendingan kerja lepas jadi pekerjaan sampingan aja. Kalo mau kerja full-time, ya yang lain-lainnya harus rela dikorbanin. ✌️
Yah, sayang banget, Bay, sampe sekarang belum dibuka lagi tuh akunnya?
Saat mendengar freelancer, bayangan yang muncul di benak saya memang, wah bebas ya. Tapi ngga sampai iri juga sih, karena saya juga tahu mereka punya tuntutan sendiri yang mungkin saya tidak sanggup menjalaninya.
ReplyDeleteSaya udah merasakan kerja kantoran dan freelance, dan saya pilih kerja kantoran off course! :D
ReplyDeleteSaya cinta banget kerja kantoran, dan baru ngeh, saya nggak pernah bosan sama yang namanya ngantor, nggak tahu kenapa ya, saya nggak pernah merasa kalau ngantor itu rutinitas, karena ketika kerja dulu, saya ngerjain banyak hal, jadi setiap hari itu menantang banget, banyak masalah yang terjadi dan saya selalu terlibat di dalamnya, jadinya saya malah semangat banget berangkat kerja :D
Kalau freelance, nggak bosan sih, cuman kesal nggak bisa fokus, dikit-dikit diganggu anak-anak hahahaha.
Jadi, menurut saya, justru lebih asyik kerja kantoran, masalah bebasnya pun bagi saya kerja freelance di rumah itu sama sekali nggak bebas, justru jauh lebih terikat jam, karena yang saya kerjakan semuanya, sekali nggak disiplin, ancur semua waktunya hiks