Halo, teman-teman!
Kalau kalian baru pertama kali membaca postingan ini, jangan
lupa untuk mampir ke dua postingan sebelumnya, ya. Baca bagian pertama di sini, atau bagian kedua di sini.
Di bagian ketiga dari seri kendala dalam mengajar bahasa
Inggris, yang bersumber dari pengalaman Program Kuliah Lapangan (PKL) dan
menjadi guru les privat, saya hendak membahas mengenai satu elemen yang krusial
dalam menggaet minat belajar siswa.
Ya, apa lagi kalau bukan media pembelajaran yang menarik.
Bicara soal media pembelajaran, para siswa di masa sekarang
amat beruntung.
Saya bilang begitu karena mereka hidup di zaman di mana teknologi
berkembang dengan amat pesat.
Alhasil, yang namanya belajar nggak melulu melibatkan buku
teks yang tebal dan membosankan.
Kini, memperoleh pengetahuan baru juga bisa dilakukan dengan
mengakses YouTube, mengikuti kursus online,
dsb.
Sembilan tahun lalu, ketika saya masih duduk di bangku SMA, akses
saya ke Internet masih sangat terbatas.
Meski saya punya smartphone,
tapi nggak ada banyak hal yang bisa saya perbuat untuk menunjang performa
akademik saya dengan gawai tersebut.
Dulu, di YouTube pun, variasi kontennya belum sebanyak
sekarang.
Kalau butuh bimbingan tambahan di luar sekolah, mayoritas
orang tua mendaftarkan anaknya ke tempat-tempat les, nggak terkecuali orang tua
saya, yang juga menyuruh saya untuk les untuk mendongkrak nilai-nilai di
sekolah.
Baik di sekolah maupun di tempat les, guru dan tutornya
sama-sama menggunakan metode ceramah.
Saking bosannya, saya pernah suatu hari tertidur ketika
tutor les saya sedang berapi-api menjelaskan tentang macam-macam tenses, lo.
Sementara sekarang, jika saya perhatikan, guru-guru sudah semakin
tanggap dalam mengimplementasikan teknologi ke dalam penyusunan media ajar mereka.
Ada yang menggunakan slideshow
dengan PowerPoint atau PowToon yang dipenuhi dengan animasi-animasi keren.
Ada pula yang menyetel cuplikan film atau video singkat yang
berkaitan dengan tema yang tengah diajarkan.
Wah, pokoknya banyak banget ragamnya!
Alhasil, ceramah dengan membaca isi buku keras-keras di
hadapan siswa bukan lagi satu-satunya cara guru menyampaikan materi.
Yang mana jelas-jelas berdasarkan “Teaching by Principles”-nya H. Douglas Brown
(buku pegangan saya di kelas TEFL), metode ceramah memiliki segudang
keterbatasan, bahkan lebih banyak ketimbang metode-metode lainnya.
Mendiskusikan bersama-sama isi dari potongan film yang baru
saja ditonton atau menarik minat siswa dari aspek visual adalah cara-cara baru
yang bisa guru tempuh agar siswa makin termotivasi untuk belajar.
Selain itu, apa saja media pembelajaran lainnya yang bagus
diterapkan untuk memotivasi siswa dalam belajar bahasa Inggris?
Media Pembelajaran Interaktif nan Seru untuk Mengajar Bahasa Inggris
1. Media Sosial
Di media sosial, batasan geografi seolah melebur, dan otomatis
yang jauh pun terasa dekat.
Pengguna media sosial pun berasal dari banyak negara di
dunia, termasuk negara-negara berbahasa Inggris.
Ini adalah kesempatan yang bagus bagi guru untuk mengajarkan
Internet discourse pada siswa, yang
pastinya, lebih luwes daripada formal
discourse seperti yang tertera dalam textbook.
Guru juga bisa menjelaskan kepada siswa konteks dari
penggunaan gaya bahasa informal dan variasi slang
seperti g2g (got to go), IMHO (in my honest opinion), DW (don’t worry), dan masih banyak yang
lainnya lagi.
Dengan begitu, cakupan pengetahuan siswa akan bertambah, dan
tidak terbatas pada apa-apa yang tertulis di buku.
Salah seorang teman jauh saya yang tinggal di Filipina
berseloroh dengan mengatakan bahwa bahasa Inggris saya kaku sekali baginya.
Jelasnya, saya bicara seperti seorang cendekiwian.
Padahal, seingat saya, topik pembicaraan kami selalu
berputar-putar pada hal-hal ringan seperti kegiatan sehari-hari.
Duh, mendengarnya saya jadi malu.
Ketahuan, deh, kalau saya cuma belajar dari textbook saja.
Seperti halnya bahasa Jawa dan bahasa-bahasa lainnya yang
punya tingkatan formalitas yang berbeda-beda menurut siapa lawan bicara dan apa
isi pembicaraannya, bahasa Inggris pun memiliki variasi style yang berbeda.
Dan, alangkah baiknya untuk mengenalkan variasi tersebut
kepada anak sejak dini.
Karena, oh karena, akan lucu jika penggunaannya tertukar.
Jangan sampai saat anak menanyakan detail tugas kepada guru sepertinya tanpa sopan santun, sementara ia menceritakan pengalamannya berlibur ke Bali
dengan teman sebayanya dengan gaya bahasa bak bangsawan.
Terbayang betapa menggelikannya kekeliruan itu, bukan?
2. Card Game
Card game, atau
permainan-permainan kartu, adalah favorit saya untuk mengajar les privat.
Dengan card game, saya
leluasa menguji kemampuan speaking murid
dalam topik yang bervariasi.
Salah satu card game yang
pernah saya mainkan bersama Dafa adalah “Never Have I Ever”.
Jadi, di masing-masing kartu tertulis bermacam-macam
kegiatan seperti “eat an exotic food”, “talk to my crush”, “run away from home”,
dan sebagainya, yang sekiranya asyik untuk didiskusikan dengan murid.
Kemudian, guru dan murid bergantian menanyakan isi dari
kartu-kartu tersebut kepada satu sama lain.
Misalnya, ketika saya mendapat kartu “eat an exotic food”,
maka saya akan berkata seperti ini pada Dafa, “Dafa, have you ever eaten an
exotic food?”
Lalu, Dafa harus membalasnya dengan menceritakan
pengalamannya terkait topik itu, entah dia sudah pernah mencobanya atau belum.
Andai belum, maka saya akan memancing dengan pertanyaan baru
seperti apa kira-kira makanan unik yang akan dia coba, jika dia diberi
kesempatan untuk mencicipinya.
Dengan demikian, terjalin percakapan yang seru antara Dafa
dan saya.
Kami bahkan sampai tertawa terbahak-bahak mengenang
pengalaman lucu di masa lalu.
Suwer, seru banget
belajar conversation dengan cara ini!
Kalau begini, murid bisa-bisa nggak sadar kalau sebenarnya
ia sedang dilatih untuk menggunakan passive
voice dan perfect tense dalam
kalimat.
Inspirasi card game lainnya
yang nggak kalah serunya yaitu “Yes or No” dan “This or That”.
3. Lagu dan Film
Saya juga acapkali menyetel lagu untuk melatih kemampuan listening murid.
Ini karena lagu juga menggunakan variasi gaya bahasa yang
berbeda daripada percakapan-percakapan yang umumnya termuat di textbook.
Terkadang, saya menyadari, orang-orang di sekitar saya mampu
menyanyikan suatu lagu dengan mengikuti lirik yang tepat.
Namun, ketika saya tanya lagu itu berbicara tentang apa
(maklum, saya jarang dengerin lagu-lagu berbahasa Inggris), sebagian dari
mereka garuk-garuk kepala dan mengangkat bahu.
Padahal, kalau ditelaah, setiap lagu punya maknanya
sendiri-sendiri, bahkan jika lagunya seunik “PPAP”.
Jadi, saya mau murid saya memahami lagu itu, bukan sekadar
lancar menyanyikannya saja.
Ketika lagu diputar, saya minta Dafa untuk membaca dalam
diam lirik yang sudah saya sediakan di secarik kertas.
Kalau ada bagian dari lirik tersebut yang aslinya ditulis
dalam bentuk past tense, maka akan
saya ubah dalam bentuk present dan
minta Dafa menyesuaikannya.
Kemudian, setelah membaca liriknya sampai akhir, saya minta
Dafa untuk menyocokkan kata-kata tertentu yang digarisbawahi dengan artinya
yang tersedia di bagian kanan kertas.
Lalu, kami mendiskusikan mengenai lagu tersebut
bersama-sama.
Apa tema utama dari lagu ini?
Apa lagu itu menceritakan tentang jatuh cinta, perpisahan,
pesta ulang tahun, atau traveling ke destinasi
wisata tertentu?
Apa perasaan sang penyanyi ketika menyanyikan lagu itu?
Bahagia?
Sedih?
Atau murka?
Apa kamu setuju dengan hal-hal yang termuat dalam lagu ini?
Mengapa?
Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang guru bisa
ajukan ke siswa untuk menguji pemahamannya.
Hal yang sama juga bisa guru terapkan pada cuplikan film,
lo.
Misalnya, ada film yang tengah populer di kalangan siswa.
Putar bagian tertentu dari film itu dan dorong mereka untuk
berpendapat tentangnya.
Jika siswa tampak kesusahan untuk mengungkapkan
pemikirannya, bantu ia dengan mencontohkan ekspresi-ekspresi tertentu.
Koreksi siswa seperlunya, tapi hindari memberikan kesan
meremehkan kemampuannya.
See?
Baik mengajar ataupun belajar bahasa Inggris, keduanya bisa
jadi aktivitas yang sama menariknya!
Nggak ada salahnya untuk menyimpan buku-buku soal dan pensil
barang sejenak.
Dalam bahasa Inggris, writing
bukan satu-satunya kemahiran berbahasa yang wajib dikuasai.
Listening, speaking, dan
reading juga nggak kalah pentingnya,
lo!
Dan, agar mengajarnya atau belajarnya jadi makin seru, penggunaan
media pembelajaran yang interaktif sifatnya esensial.
Dengan begitu, mudah-mudahan motivasi siswa untuk belajar
bahasa Inggris pun terdongkrak.
Bagaimana cara kalian belajar bahasa Inggris?
Apa teman-teman cenderung menggunakan cara yang konvensional
(belajar dari buku) atau yang inovatif (belajar dari apps, menonton film, bermain game)?
Let me know your
trick.
“Kendala yang Dialami Guru dalam Mengajar Bahasa Inggris: Bagian Tiga” – Sidoarjo, 17 Juli 2021
Ristra Russilahiba
Haloo mbak, saya ketika SD ikut kursus bahasa Inggris. Setuju dengan yg mbak sampaikan. Media pembelajaran yg harus menarik. Ketika SD, di sana kami belajarbahasa Inggris dengan lagu, mengisi lirik yg kosong, menonton video, diselingi dengan game yang seru juga dari gurunya hehee
ReplyDeleteLemme join this.
ReplyDeleteSaya juga pernah ngajar bahasa inggris untuk karyawan di perusahaan.
Yang paling penting adalah membentuk kepercayaan diri para murid. Selama ini orang indonesia kebanyakan tidak punya ini. Jadi malu, takut bahkan tergagap gagap dalam berkomunikasi dalam bahasa asing.
Padahal seperti kata bule bule klien yang saya tangani, salah itu biasa, namun tidak mencoba sama sekali itulah masalah sebenarnya.
Bener nggak?
Banyak cara agar orang tertarik belajar bahasa Inggris ya mbak, bisa lewat media yang menarik seperti sosmed orang luar, bisa lewat permainan kartu dan juga lagu dan film.
ReplyDeleteKalo aku belajar bahasa Inggris pakai google terjemahan mbak.😄
Semangat bu guru,, kendalanya bnyak juga yah sampe dibuatin 3 postingan
ReplyDelete