Kendala yang Dialami Guru dalam Mengajar Bahasa Inggris: Bagian Dua

Selamat pagi, teman-teman!

Menyambung dari tulisan sebelumnya (bagi yang mau menyimak bagian pertama, please click here), topik pembahasan postingan saya kali ini masih berkaitan dengan kendala-kendala yang acapkali dialami guru dalam mengajar, terutama dalam mengajar bahasa Inggris.

Setelah sebelumnya saya mengulas mengenai penyebab-penyebab demotivasi belajar pada siswa dan cara mengatasinya, berikutnya saya bakal membeberkan challenge lainnya yang sifatnya lebih personal.

Ya, kendala itu bernama “time management”.

Lo, bukannya jam mengajar guru itu sudah pasti, ya? Semisal, dua kali jam pelajaran dengan masing-masing alokasi waktu 45 menit?

Ya, betul.

Lalu, mengapa masih membutuhkan pengelolaan waktu yang baik?

Karena, pada dasarnya, time management itu penting. Bahkan, nggak cuma dibutuhkan oleh para guru, profesi apapun menuntut setiap orang supaya pandai dan bijak dalam mengelola waktu.

Mengapa?

Nanti teman-teman juga akan mengetahuinya setelah membaca penjabarannya di bawah ini.

4 Kendala dalam Mengajar Bahasa Inggris

2. Time Management yang Buruk

Sewaktu mengajar, baik itu menjadi seorang guru les atau ketika mengajar di dalam kelas, saya mengakui kalau kemampuan saya dalam mengelola waktu masih amat buruk.

Malahan, hingga kini, time management adalah PR besar buat saya.

Memangnya seberapa buruk, sih?

Alkisah, pada suatu waktu, tiba waktunya bagi saya untuk menguji sejauh mana progress Dafa, murid les privat saya, dalam pembelajaran.

Sewaktu menyusun soal untuk quiz kecil-kecilan, saya mengira Dafa bakal membutuhkan banyak waktu untuk menuntaskan 50 soal.

Yaaah, barangkali sekitar satu sampai satu jam setengah, begitu pikir saya.

Akibatnya, saya nggak merencanakan kegiatan apapun untuk dilakukan di pertemuan selanjutnya selain menyelenggarakan quiz tersebut.

Ndilalah, kira-kira hanya dalam 45 menit, Dafa berhasil menjawab seluruh pertanyaan yang ada.

Karena masih ada sisa waktu, saya koreksi pekerjaannya (yang mana sebetulnya saya sudah merencanakan untuk memeriksa jawaban-jawabannya di rumah tanpa sepengetahuan Dafa, dan menjelaskan kesalahannya kalau ada di pertemuan berikutnya).

Dan, saya cukup amazed begitu mengetahui bahwa Dafa bisa mengerjakan hampir semua soal dengan baik.

Alhasil, lantaran keteledoran saya sendiri, hari itu pertemuan kami berakhir lebih cepat.

Andai saja perencanaan saya lebih matang, pasti sisa waktu di hari itu nggak bakal terbuang sia-sia.

Saat menjalani Program Kuliah Lapangan (PKL) pun begitu.

Saya terpaksa membiarkan murid-murid berbuat sesukanya di dalam kelas sampai bel pergantian mata pelajaran berbunyi gara-gara time management yang buruk pula.

Semisal saya lebih bijak dalam mengelola waktu, tentunya, ada lebih banyak kegiatan-kegiatan berfaedah yang bisa saya lakukan ketimbang membiarkan sang waktu berlalu begitu saja. 😣

Lantas, saya jadi penasaran, dong.

Kira-kira, apa, sih, yang jadi penyebab di balik payahnya saya dalam mengelola waktu?

I’m Terrible at Time Management, But Why?

Bagi guru, sepertinya ada segudang pemicu timbulnya isu time management yang buruk.

Padahal, semakin bagus sistem pengelolaan waktu yang dipunya, maka semakin efektif pula pembelajaran yang terjadi di kelas.

Para guru senantiasa dituntut untuk membangun kondisi pembelajaran yang kondusif bagi para siswanya.

Saya, yang notabene cuma terdaftar sebagai guru PKL selama dua minggu dan guru les privat saja, turut merasakan tuntutan tersebut.

Bagaimanapun juga, begini-begini saya pernah muda.

Saya pernah berada di posisi sebagai seorang murid juga.

Jadi, saya tahu, siswa tidak akan belajar secara maksimal di kelas yang membosankan.

Sialnya, meski saya sudah mencurahkan begitu banyak waktu untuk mempersiapkan materi sebaik dan semenarik mungkin, saya justru luput memikirkan soal strategi manajemen waktu yang efektif. 😭

Setelah merenungkan permasalahan ini untuk beberapa saat, saya jadi tahu, bahwa sebenarnya ada 2 hal yang saya lakukan dengan salah.

Pertama, saya gagal menetapkan prosedur-prosedur pembelajaran yang jelas.

Dan ini sungguh ibarat momok buat saya.

Inilah yang kerap terjadi tiap kali saya akan mengajar: Saya memulai kelas tanpa mempunyai gambaran apapun tentang bagaimana pembelajaran hari itu dimulai, berlangsung, dan diakhiri.

Apa kemudian yang menimpa saya?

Akibatnya, alur pembelajaran menjadi kacau.

Bisa saya bayangkan, sebagai siswa, mestilah tidak nyaman belajar di situasi seperti itu. 😣

Permasalahan yang kedua yakni hilangnya transisi yang smooth dari satu topik/kegiatan ke topik/kegiatan lainnya.

Saya secara sadar tahu bahwa saya betul-betul kurang cakap dalam menciptakan perpindahan antar aktivitas.

Di pertemuan ke sekian dalam PKL, saya menyiapkan untuk melakukan tiga aktivitas: listening, speaking, dan writing.

Bahan untuk listening?

Pertanyaan-pertanyaan untuk speaking?

Tugas untuk writing?

Mengetahui semua yang saya butuhkan sudah tersimpan di dalam flashdisk, saya dengan percaya diri yakin bahwa pembelajaran hari itu akan terselenggara dengan fantastis.

Sayangnya, angan-angan itu cuma angan-angan belaka!

Ya, segala sesuatu yang sudah saya skemakan memang berjalan dengan baik, tapi hanya di imajinasi saya saja. 💀

Nyatanya, saya sama sekali nggak menyangka bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan masing-masing tugas melebihi perkiraan saya.

Di sesi listening, para siswa mengeluhkan aksen sang speaker yang lebih mirip gaya bicara alien daripada bule.

Akhirnya, dari rencana awal memutarkan audio sebanyak dua kali saja, saya justru menyetelnya hingga tiga kali.

Kalau tidak, bisa-bisa lembar jawaban anak-anak nyaris bersih!

Bahkan, setelah mengorbankan beberapa menit untuk mendengarkan kembali audionya, di sesi speaking, beberapa murid yang saya tunjuk mengaku tidak mengetahui jawaban untuk nomer-nomer tertentu.

Saya terpaksa, lagi-lagi, memainkan file-nya di bagian-bagian khusus dengan mode lambat agar mereka bisa mendengarnya dengan jelas.

Karena membuang terlalu banyak waktu di dua sesi awal, ketika tiba waktunya untuk menyusun teks recount, saya harus menyudahi pertemuan hari itu di tengah jalan gara-gara bel pergantian mata pelajaran berbunyi.

Mereka, sih, girang bukan main, tapi saya nggak tahu harus berkata apa saat dimintai laporan harian oleh sang guru. 😓

Sayangnya, itu murni kesalahan saya, akibat gagal memperhitungkan pergantian antar kegiatan dengan cermat.

Di hari itu, saya barangkali beruntung, karena para siswa tidak terang-terangan menunjukkan rasa bosan mereka, terutama di sesi listening di mana mereka kudu mendengarkan percakapan yang sama berulang kali.

Namun, saya yakin, di skenario terburuk, mereka pasti bakal memprotes saya dengan sengit. 😅

Yaaah, inilah mengapa saya perlu memperhitungkan soal transisi di kemudian hari jika saya berkesempatan menjadi guru lagi.

Tapi, sampai tiba saatnya untuk mengajar kembali, saya wajib memastikan bahwa dua masalah terbesar saya dalam manajemen waktu di atas teratasi dengan baik hingga ke akarnya.

Dengan begitu, nggak bakal ada lagi yang namanya “terrible time management” dan menjadikan waktu sebagai hal yang mubazir.

Berbeda dengan tulisan sebelumnya, di mana saya mencantumkan pula trik-trik yang saya pakai untuk mengatasi masalah terkait demotivasi siswa, di tulisan ini saya sengaja meninggalkan bagian tersebut karena, as you know, saya masih terjebak di permasalahan yang sama. 😵

Jadi, ini merupakan kesempatan teman-teman untuk berbagi, kiat apa saja yang kalian terapkan supaya bisa memanajemen waktu dengan baik?

Baik itu sebagai seorang guru, pelajar, blogger, atau ibu rumah tangga, please let me know your secret.

 

“Kendala yang Dialami Guru dalam Mengajar Bahasa Inggris: Bagian Dua” – Sidoarjo, 10 Juli 2021

Ristra Russilahiba

 

N.b.: Tulisan ini masih akan bersambung ke bagian selanjutnya, lo. ️ Sekadar pengumuman singkat kalau-kalau ada yang beranggapan akhirnya pembahasan tentang kendala dalam mengajar bahasa Inggris tamat sudah. Semoga teman-teman nggak bosan membacanya. 😆

Postingan terkait:

6 Tanggapan untuk "Kendala yang Dialami Guru dalam Mengajar Bahasa Inggris: Bagian Dua"

  1. Banyak hal ya yang harus dipikirkan juga saat menjadi guru.
    Kalo saya jadi guru, satu hal yang harus saya siapkan dulu paling soal kesabaran soalnya tipikal orang yang gak sabaran.
    Bahaya kalo gurunya kayak saya ini hahah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Mas Hans, kalau soal mendidik, sabar itu wajib hahahaha

      Delete
  2. Bu, gimana tuh menghadapi murid yang suka tidur di kelas?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, gimana, ya? Saya belom pernah nemuin tipe murid yg seperti ini jadi bingung juga harus jawab apa. 😅

      Delete
  3. wow, ternyata gitu ya perasaan seorang guru
    lumayan banyak juga yang harus disiapkan mulai dari plan a-z kayaknya hehe
    mungkin kalau muridnya udah kelar lebih cepet bisa diajak basa-basi atau diskusi perihal soal-soal yang tadi dikerjakan? kayak topik yang disukai atau sebaliknya. atauuuu diajak ngobrol pake bahasa inggris aja Mbak hihi sekalian ngelatih speaking anak 😜

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rencanaku juga sebenernya gitu, Mbak Dea. Tapi herman, deh, anak-anak tuh kenapa suka takut-takut ya kalo diajak ngobrol santai pake bahasa Inggris? Padahal aku nggak ada niatan mau ambil nilai speaking mereka atau whatsoever, lo 😅

      Delete